home

Kamis, 11 April 2013

Rekomendasi Kegiatan Setelah Dukungan JICA Terhadap NTB BSS Selesai


  •  Memperluas "Model Lombok" dan "Model Sumbawa" sebagai sistem sapi potong yang telah dirumuskan oleh PROSAPO di seluruh wilayah di provinsi NTB
  • Mengembangkan kapasitas BPTHMT Serading dan BIB Banyumulek dalam mempromosikan produksi sapi potong yang berkualitas
  • Perbaikan sistem penggemukan sapi potong untuk meningkatkan nilai Sapi Bali melalui contoh penggemukan yang telah diterapkan JICA dengan pakan rumput dan konsentrat
  • Menjalin kerjasama antara RPH Banyumulek dengan sektor Swasta dalam mengoperasionalkan Rumah Potong Hewan.
  • mengembangkan pemasaran daging SASAMBO Beef melalui demonstrasi penjualan potongan utama daging (Prime Cut) Sapi Bali di antena shop hotel, restoran dan bandara.
  • Pengembangan Infrastruktur peternakan melalui Proyek Grassroots di Kabupaten Sumbawa antara Yayasan BOAN dengan Japan Embassy harus tetap dibawah koordinasi dan supervisi dinas kabupaten dan provinsi
Kelanjutan JICA
  • Gubernur NTB sudah menandatangani proposal ke Duta Besar Jepang untuk memperpanjang dukungan terhadap NTB BSS sampai tahun 2014, namun masih dalam tahap ijin di BAPPENAS dan Kementerian Pertanian, sedangkan Pihak pemerintah Jepang masih menunggu proses perijinan tersebut
  • Kegiatan utama dalam proposal tersebut adalah mengembangkan Sumbawa model dan lombok model sebagai sistem produksi sapi potong di 4 kabupaten (Sumbawa Barat, Bima, Dompu dan Lombok Utara) di luar proyek yang pernah difasilitasi oleh PROSAPO dalam meningkatkan peranan dukungan terhadap NTB BSS.

Rabu, 10 April 2013

Info Meat Business Center

1.      Pendahuluan
Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak tahun 2009 melaksanakan program Bumi Sejuta Sapi (BSS) yang bertujuan meningkatkan populasi dan produktivitas sapi berbasis prinsip percepatan, inovasi, dan nilai tambah (PIN) dengan target mencapai populasi sekitar satu juta ekor pada tahun 2013. Target populasi tersebut direncanakan dicapai secara bertahap, yaitu 602.333 ekor pada tahun 2009, 683.347 ekor pada tahun 2010, 780.724 ekor pada tahun 2011, 892.832 ekor pada tahun 2012, dan 1.032.507 ekor pada  tahun 2013. Selama tiga tahun terakhir (2009-2011) capaian target populasi tersebut cukup baik, yaitu pada tahun 2009 tercapai 98,43% ; tahun 2010 tercapai 101,84%; dan tahun 2011 tercapai 99%.  Melihat perkembangan selama tiga tahun tersebut, diperkirakan target populasi pada tahun 2013  akan dapat tercapai.
Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011,  populasi sapi di NTB tercatat 685.810 ekor, menempati urutan populasi sapi terbanyak keenam setelah Jatim, Jateng, Sulsel, NTT, dan Lampung (BPS dan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Populasi tersebut terdistribusi menurut  umur dan jenis kelamin seperti terlihat pada Tabel 1.  Struktur umur dan jenis kelamin ternak sapi sangat menentukan jumlah kelahiran pedet yang merupakan salah satu faktor penting penentu pertumbuhan populasi. Semakin banyak jumlah induk akan semakin banyak pula pedet yang dapat dilahirkan, yang berarti akan semakin banyak pula produksi sapi potong. Produksi sapi potong yang dimaksud disini adalah sapi jantan dewasa yang tidak digunakan sebagai pejantan.
Untuk meningkatkan nilai tambah dari sapi yang dipotong adalah membangun industri pengolahan daging dan hasil sampingannya (by-product) yang diintegrasikan dengan rumah pemotongan hewan (RPH). Industri ini memiliki efek ganda (multiplier effect) kepada industri lain baik di sub sistem hulu (up-streams) maupun di sub sistem budidaya (on-farm). Dalam hal ini, tugas pemerintah adalah memfasilitasi terbangunnya sistem agroindustri sapi potong, minimal terdiri dari sub sistem hulu (pabrik pakan ternak), sub sistem budidaya (kelompok peternak sapi penggemukan dan perbibitan), sub sistem hilir (RPH, Industri Pengolahan Daging dan Produk Sampingannya, Industri Pupuk Organik), dan sub sistem institusi penunjang (Pos IB, Puskeswan, Perbankan, Penyuluhan, Litbang, dsb.).
            Atas dasar pemikiran tersebut, Pemprov NTB menetapkan kebijakan menjadikan kawasan UPT  Banyumelek sebagai suatu kawasan bisnis sapi potong berbasis RPH dan industri pengolahan daging/produk sampingannya yang disebut dengan Meat Business Center (MBC) Banyumulek.

2. Gambaran Kawasan MBC Banyumulek
            Kawasan MBC Banyumulek terletak di wilayah desa Lelede (pemekaran dari desa Banyumulek), Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat. Luas kawasan MBC tercatat 29 ha berjarak sekitar 7 (tujuh) km dari kota Mataram, sekitar 9 (sembilan) km dari Pelabuhan Lembar, dan sekitar 26 km dari Bandara Internasional Lombok (BIL). Pada saat sekarang kawasan  ini digunakan untuk UPT Rumah Sakit Hewan dan Laboratorium Veteriner , UPT Inseminasi Buatan, lahan penanaman hijauan makanan ternak (HMT), kandang ternak, rumah pemotongan hewan (RPH), pabrik pupuk organik, dan bangunan pabrik pakan ternak. Bangunan UPT Rumah Sakit Hewan dan Laboratorium Veteriner serta UPT Inseminasi Buatan menempati luas areal sekitar 2 (dua) ha, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sekitar 3,1 ha, pabrik pupuk organik dan pabrik pakan ternak sekitar 1 (satu) ha, tanaman HMT sekitar 23 ha, dan perkandangan ternak  sekitar 0,5 ha.